Senin, 10 Februari 2020

MARI PELAJARI KOTA MAKASSAR LEBIH DEKAT

Awal kota dan bandar Makassar berada di muara Sungai Tallo dengan pelabuhan niaga kecil di wilayah itu pada penghujung abad XV. Sumber-sumber Portugis memberitakan, bahwa bandar Tallo itu awalnya berada di bawah Kerajaan Siang di sekitar Pangkajene. Pada pertengahan abad XVI, Tallo bersatu dengan sebuah kerajaan kecil lainnya yang bernama Gowa, dan mulai melepaskan diri dari kerajaan Siang, bahkan menyerang dan menaklukkan kerajaan-kerajaan sekitarnya.

Akibat semakin intensifnya kegiatan pertanian di hulu sungai Tallo, mengakibatkan pendangkalan sungai Tallo, sehingga bandarnya dipindahkan ke muara sungai Jeneberang, disinilah terjadi pembangunan kekuasaan kawasan istana oleh para ningrat Gowa-Tallo yang kemudian membangun pertahanan benteng Somba Opu, yang seratus tahun kemudian menjadi wilayah inti Kota Makassar. Pada masa pemerintahan Raja Gowa XVI, didirikan Benteng Rotterdam, pada masa itu terjadi peningkatan aktivitas pada sektor perdagangan lokal, regional dan internasional, sektor politik serta sektor pembangunan fisik oleh kerajaan. Masa itu merupakan puncak kejayaan Kerajaan Gowa, namun selanjutnya dengan adanya perjanjian Bungaya menghantarkan Kerajaan Gowa pada awal keruntuhan. Komoditi ekspor utama Makassar adalah beras, yang dapat ditukar dengan rempah-rempah dari Maluku maupun barang-barang manufaktur asal Timur Tengah, India dan Cina di Nusantara Barat. Dari laporan saudagar Portugal maupun catatan-catatan lontara setempat, diketahui bahwa peranan penting saudagar Melayu dalam perdagangan yang berdasarkan pertukaran hasil pertanian dengan barang-barang impor. Dengan menaklukkan kerajaan-kerajaan kecil di sekitarnya, yang pada umumnya berbasis agraris, maka Makassar menguasai kawasan pertanian yang relatif luas dan berusaha pula untuk membujuk para saudagar di kerajaan sekitarnya agar pindah ke Makassar, sehingga kegiatan perdagangan semakin terkonsentrasi di bandar niaga baru Makassar.

Hanya dalam seabad saja, Makassar menjadi salah satu kota niaga terkemuka dunia yang dihuni lebih 100.000 orang (kota terbesar ke 20 dunia). Pada zaman itu jumlah penduduk Amsterdam, yang termasuk kota kosmopolitan dan multikultural baru mencapai sekitar 60.000 orang. Perkembangan bandar Makassar yang demikian pesat itu, berkat hubungannya dengan perubahan-perubahan pada tatanan perdagangan internasional masa itu. Pusat utama jaringan perdagangan di Malaka, ditaklukkan oleh Portugal pada tahun 1511, demikian juga di Jawa Utara semakin berkurang mengikuti kekalahan armada lautnya di tangan Portugal dan pengkotakkotakan dengan kerajaan Mataram. Bahkan ketika Malaka diambil alih oleh Kompeni Dagang Belanda (VOC) pada tahun 1641, banyak pedagang Portugis ikut pindah ke Makassar.

Sampai pada pertengahan abad ke-17, Makassar berupaya merentangkan kekuasaannya ke sebagian besar Indonesia Timur dengan menaklukkan Pulau Selayar dan sekitarnya, kerajaan-kerajaan Wolio di Buton, Bima di Sumbawa, Banggai dan Gorontalo di Sulawesi bagian Timur dan Utara serta mengadakan perjanjian dengan kerajaan-kerajaan di Seram dan pulau-pulau lain di Maluku. Secara Internasional, sebagai salah satu bagian penting dalam dunia Islam, Sultan Makassar menjalin hubungan perdagangan dan diplomatik yang erat dengan kerajaan-kerajaan Banten dan Aceh di Indonesia Barat, Golconda di India dan Kekaisaran Otoman di Timur Tengah.

Hubungan Makassar dengan dunia Islam diawali dengan kehadiran Abdul Ma’mur Khatib Tunggal atau Dato’ Ri Bandang yang berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat yang tiba di Tallo (sekarang Makassar) pada bulan September 1605. Beliau mengislamkan Raja Gowa ke-XIV I-MANGNGARANGI DAENG MANRABIA dengan gelar SULTAN ALAUDDIN (memerintah Tahun 1593-1639), dan dengan Mangkubumi I-MALLINGKAANG DAENG MANYONRI KARAENG KATANGKA yang juga sebagai Raja Tallo. Kedua raja ini, yang mulai memeluk Agama Islam di Sulawesi Selatan. Pada tanggal 9 Nopember 1607, tepatnya hari Jum’at, diadakan shalat Jum’at pertama di Mesjid Tallo dan dinyatakan secara resmi bahwa penduduk Kerajaan Gowa-Tallo telah memeluk Agama Islam, pada waktu bersamaan pula, diadakan shalat Jum’at di Mesjid Mangallekana di Somba Opu. Tanggal inilah yang selanjutnya diperingati sebagai Hari Jadi Kota Makassar sejak Tahun 2000, yang sebelumnya hari jadi kota Makassar diperingati pada tanggal 1 April setiap tahunnya. Para ningrat Makassar dan rakyatnya dengan giat ikut dalam jaringan perdagangan internasional, dan interaksi dengan komunitas kota yang kosmopolitan itu menyebabkan sebuah “creative renaissance” yang menjadikan Bandar Makassar sebagai salah satu pusat ilmu pengetahuan terdepan pada zamannya. Koleksi buku dan peta, zaman itu masih langka di Eropa namun di Makassar sudah banyak terkumpul. Makassar merupakan salah satu perpustakaan ilmiah terbesar di dunia, dan para sultan tak segan-segan memesan barang-barang paling mutakhir dari seluruh pelosok bumi, termasuk bola dunia dan teropong terbesar pada waktunya, yang dipesan secara khusus dari Eropa. Ambisi para pemimpin Kerajaan Gowa-Tallo untuk semakin memperluas wilayah kekuasaan serta persaingan Bandar Makassar dengan Kompeni Dagang Belanda (VOC) berakhir dengan perang paling dahsyat dan sengit yang pernah dijalankan Kompeni. Pasukan Bugis, Belanda dan sekutunya dari Ternate, Buton dan Maluku memerlukan tiga tahun operasi militer di seluruh kawasan Indonesia Timur. Baru pada Tahun 1669, akhirnya dapat merata-tanahkan kota Makassar dan benteng terbesarnya, Somba Opu. Bagi Sulawesi Selatan, kejatuhan Makassar di tangan federasi itu merupakan sebuah titik balik yang berarti bahwa Bandar Niaga Makassar menjadi wilayah kekuasaan VOC, dan beberapa pasal perjanjian perdamaian membatasi dengan ketat kegiatan pelayaran antar-pulau Gowa-Tallo dan sekutunya. Pelabuhan Makassar ditutup bagi pedagang asing, sehingga komunitas saudagar hijrah ke pelabuhan-pelabuhan lain. Pada beberapa dekade pertama setelah pemusnahan kota dan bandar Makassar, penduduk yang tersisa membangun sebuah pemukiman baru di sebelah utara bekas Benteng Ujung Pandang, benteng pertahanan pinggir utara kota lama itu pada Tahun 1673 ditata ulang oleh VOC sebagai pusat pertahanan dan pemerintahan diberi nama baru Fort Rotterdam, dan ‘kota baru’ yang mulai tumbuh di sekelilingnya itu dinamakan ‘Vlaardingen’. Pemukiman itu jauh lebih kecil daripada Kota Raya Makassar yang telah dihancurkan. Pada dekade pertama seusai perang, seluruh kawasan itu dihuni tidak lebih 2.000 jiwa, pada pertengahan abad ke-18 jumlah itu meningkat menjadi sekitar 5.000 orang, setengah di antaranya berupa budak. Selama dikuasai VOC, Makassar menjadi sebuah kota yang terlupakan, maupun para penjajah kolonial pada abad ke-19 itu tak mampu menaklukkan jazirah Sulawesi Selatan yang sampai awal abad ke-20 masih terdiri dari lusinan kerajaan kecil yang independen dari pemerintahan asing, bahkan sering harus mempertahankan diri terhadap serangan militer yang dilakukan kerajaan-kerajaan itu. Maka, ‘Kota Kompeni’ itu hanya berfungsi sebagai pos pengamanan di jalur utara perdagangan rempahrempah tanpa hinterland bentuknya pun bukan ‘bentuk kota’, tetapi suatu aglomerasi kampung-kampung di pesisir pantai sekeliling Fort Rotterdam.

Pada awalnya, kegiatan perdagangan utama beras di Bandar Dunia ini adalah pemasaran budak serta suplai beras kepada kapal¬kapal VOC dan menukarkannya dengan rempah-rempah di Maluku. Pada tahun 30-an di abad ke-18, pelabuhan Makassar dibuka bagi kapal-kapal dagang Cina. Komoditi yang dicari para saudagar Tionghoa di Sulawesi, pada umumnya berupa hasil laut dan hutan seperti teripang, sisik penyu, kulit kerang, sarang burung dan kayu cendana, sehingga tidak dianggap sebagai langganan dan persaingan bagi monopoli jual-beli rempah-rempah dan kain yang didirikan VOC. Sebaliknya, barang dagangan Cina, terutama porselen dan kain sutera, dijual para saudagarnya dengan harga yang lebih murah di Makassar daripada yang bisa didapat oleh pedagang asing di negeri Cina sendiri. Adanya pasaran baru itu, mendorong kembali aktivitas maritim penduduk kota dan kawasan Makassar. Terutama penduduk pulau-pulau di kawasan Spermonde mulai menspesialisasikan diri sebagai pencari teripang, komoditi utama yang dicari para pedagang Cina, dengan menjelajahi seluruh Kawasan Timur Nusantara. Sejak pertengahan abad ke-18 para nelayan-pelaut Sulawesi secara rutin berlayar hingga pantai utara Australia, selama tiga sampai empat bulan lamanya membuka puluhan lokasi pengolahan teripang. Sampai sekarang, hasil laut masih merupakan salah satu mata pencaharian utama bagi penduduk pulau-pulau dalam wilayah Kota Makassar. Setetah Pemerintah Kolonial Hindia Belanda menggantikan kompeni perdagangan VOC yang bangkrut pada akhir abad ke-18, Makassar dihidupkan kembali dengan menjadikannya sebagai pelabuhan bebas pada tahun 1846. Tahun-tahun berikutnya terjadi kenaikan volume perdagangan yang pesat, dan kota Makassar berkembang dari sebuah pelabuhan backwater kembali menjadi bandar internasional. Dengan semakin berputarnya roda perekonornian Makassar, jumlah penduduknya meningkat dari sekitar 15.000 penduduk pada pertengahan abad ke-19 menjadi kurang lebih 30.000 jiwa pada awal abad berikutnya. Makassar abad ke-19 itu dijuluki “kota kecil terindah di seluruh Hindia-Belanda” (Joseph Conrad, seorang penulis Inggris-Polandia terkenal),dan menjadi salah satu port of call utama bagi para pelaut pedagang Eropa, India dan Arab dalam pemburuan hasil-hasil hutan yang amat laku di pasaran dunia maupun perahu-perahu pribumi yang beroperasi di antara Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku. Pada awal abad ke-20, Belanda akhirnya menaklukkan daerah-daerah independen di Sulawesi, Makassar dijadikan sebagai pusat pemerintahan kolonial Indonesia Timur. Tiga setengah dasawarsa Neerlandica, kedamaian di bawah pemerintahan kolonial itu adalah masa tanpa perang paling lama yang pernah dialami Sulawesi Selatan, dan sebagai akibat ekonominya berkembang dengan pesat. Penduduk Makassar dalam kurun waktu itu meningkat sebanyak tiga kali lipat, dan wilayah kota diperluas ke semua penjuru. Dideklarasikan sebagai Kota Madya pada tahun 1906, Makassar tahun 1920-an adalah kota besar kedua di luar Jawa yang membanggakan dirinya dengan sembilan perwakilan asing, sederetan panjang toko di tengah kota yang menjual barang-barang mutakhir dari seluruh dunia dan kehidupan sosial-budaya yang dinamis dan kosmopolitan. Perang Dunia Kedua dan pendirian Republik Indonesia sekali lagi mengubah wajah Makassar. Hengkangnya sebagian besar warga asing pada Tahun 1949 dan Nasionalisasi perusahaan-perusahaan asing pada akhir Tahun 1950-an menjadikannya kembali sebuah kota provinsi. Bahkan, sifat asli Makassar pun semakin menghilang dengan kedatangan warga baru dari daerah-daerah pedalaman yang berusaha menyelamatkan diri dari kekacauan akibat berbagai pergolakan pasca revolusi.

Antara Tahun 1930-an sampai Tahun 1961 jumlah penduduk m   eningkat dari kurang lebih 90.000 jiwa menjadi hampir 400.000 orang, lebih daripada setengahnya pendatang baru dari wilayah luar kota. Hal ini dicerminkan dalam penggantian nama kota menjadi Ujung Pandang berdasarkan julukan ”Jumpandang” yang selama berabad-abad lamanya menandai Kota Makassar bagi orang pedalaman pada Tahun 1971. Baru pada Tahun 1999 kota ini berubaha namanya kembali menjadi Makassar, tepatnya 13 Oktober berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 1999 Nama Ujung Pandang dikembalikan menjadi Kota Makassar. Dan sesuai Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang diganti dengan Undangundang Nomor 32 Tahun 2004, luas wilayah Kota Makassar bertambah kurang lebih 4 mil kearah laut setara dengan 10.000 Ha, sehingga seluruh daratan dan lautan seluas ± 27.577Ha.

Sumber: makassarkota.go.id

Jumat, 31 Januari 2020

Wisata Bintang

KELANGKAAN BBM JENIS SOLAR

Kelangkaan BBM Jenis Solar di Makassar akhir akhir ini membuat sebagian pengusaha terkendala pada pengiriman dan pendistribusian barang akibat terhambatnya pasokan solar disebagian SPBU di Makassar.
Hal ini terjadi dibeberapa wilayah di Makassar bahkan beberapa SPBU terlihat kosong 

Belum ditahu pasti apa kendala yang terjadi di Regional Distribusi Pertamina Makassar. Namun dampak luas akibat BBM jenis solar ini dirasakan baik pada Pengusaha maupun masyarakat pengendara Mobil Pribadi.

Salah seorang Karyawan sekaligus Driver pada sebuah perusahaan mengakui lambatnya pekerjaan yang dialaminya selama ini, sementara target penjualan dari perusahaan juga harus dicapai.

BENCANA GOWA

Bencana alam tak pernah diprediksi kapan datangnya, tak seorangpun menginginkan musibah itu terjadi tinggal, kita menyikapinya dengan sebuah kesabaran, kepekaan kitalah bersama untuk turut membantu meringankan beban itu walau sedikit, bukan hanya materi, makanan dan hal lainnya, do'apun bagian dari sedekah buat mereka yang terkena musibah saat ini di Gowa, Makassar, Takalar, Je'neponto dan beberapa daerah lainnya. Hari itu kami berlima berkumpul setelah salah seorang sahabat di Gowa menceritakan tentang bencana di Gowa saat itu.
Nunu : Kalo begitu bagaimanapun duka mereka duka kita semua,

Kegiatan berbagi yang dilakukan Alumni SMEA/SMK Negeri Limbung ex Panitia Reunian Akbar hari ini di Pallangga Gowa


Duka Gowa, Takalar Je'neponto dan beberapa daerah lainnya adalah duka kita bersama, hal inilah yang dirasakan para alumni SMEA/SMK Negeri Limbung Gowa, untuk menggalang dana bersama untuk disumbangkan ke beberapa titik pengungsian di Gowa.
Kegiatan ini di koordinir oleh Bapak Harjum yang juga Ketua Panitia Reuni Akbar dan beberapa panitia lainnya  yang ikut ambil bagian dalam pemberian bantuan ini.
Menurutnya Kordinator kegiatan Alumni berbagi ini mengungkapkan bahwa.
" Duka Gowa,Takalar dan beberapa Daerah lainnya adalah duka kita bersama, semoga mereka bisa diberi kekuatan dan kesabaran "
Bantuan yang kami bawa langsung ke titik posko ini hanya sebagian kecil yang dapat membantu saudara saudara kami yang terkena dampak banjir dan longsor dalam bentuk sembako dari kami.

Penanggung jawab kegiatan Alumni Berbagi ini Ibu Waode Ramiaty ibu 2 orang anak ini mengungkapkan bahwa.

" Kegiatan yang kami lakukan hari ini merupakan bentuk kepedulian kami bersama yang walaupun hanya dalam bentuk sembako yang kami kumpulkan dari teman teman Alumni SMEA/SMK Negeri Limbung Gowa "

Dua mobil yang ikut dalam rombongan sumbangan ini menuju titik posko di Kabupaten Gowa yang rencananya akan diserahkan langsung oleh Kordinator dan penanggung jawab Alumni Berbagi dititik pengunsian pagi ini.

Jumat, 13 Desember 2019

UIT MENGANTARKU KE ISTANA

UIT MENGANTARKU KE ISTANA

Disudut meja terpajang suasana berbeda dari biasa, secangkir kopi dan sepotong kue kering, yang saya santap bersama anak anak pagi itu berbeda seperti biasanya, sebotol air yang hampir habis lalu sarapan dengan Nasi diatas Searafon, itupun saya lalui beberapa hari ini. Hujan menjadi saksi sebuah perjuangan, perjalanan disudut sudut jantung Kota Jakarta, yang memiliki ragam karateristik manusia. Suguhan suguhan kemewahan tertampilkan dengan penuh gaya dan bentuk yang berbeda, nampak sebuah pemandangan yang tak lazim yakni sebuah kemacetan luar biasa mengantarkan ku ketempat dimana aku beristirahat sejenak lalu kemudian menutupkan mata berharap esok perjuangan kita ini berbuah manis, Wisma Departemen Agama yang berada dipusat kota Jakartalah tempatku hanya menutup mata sejenak.
Pagi itu saya terbangun kembali dari kerasnya bisingan suara mesin  mobil diwisma itu, enam hari lamanya saya berada di jantung kota Metropolitan Daerah khusus Ibu Kota Jakarta, menuai harapan dan cita cita semoga dalam perjuangan ini membuahkan hasil demi kami dan mereka.
Perjalanan kemudian berakhir pada saat saya kemudian tiba di Cengkareng bersama  Bapak, Ibu, saudara, sahabat, rekan, untuk kemudian melanjutkan perjalanan ketanah Makassar. Setelah menempuh perjalan kurang lebih dua jam dan tiba dengan selamat pada pukul dua belas lewat dua puluh empat menit, sayapun melanjutkan perjalanan berakhir dirumah masing masing, rasa gembira menanti harap semoga elegi esok hari tak membuat kami kecewa.
kamipun mensyukuri itu dan mengirimkan pujian pada-Nya

" Seandainya saya tdk kuliah di UIT mungkin saya tidak sampai di Istana Negara Ini. Inilah berkah yang didapatkan segelintir orang, dan saya syukuri itu "

Jumat, 24 Juli 2015

PELATIHAN PENDATA SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN BERBASIS MASYARAKAT Program Kerjasama PEMDA. KAB.TAKALAR-UNICEF DAN LPMT Takalar

Pelatihan bagi Pendata Program Sistem Pembangunan Berbasis Masyarakat (SIPBM) Program Kerjasama Pemerintah Daerah Kab. Takalar UNICEF dan Lembaga Pengembangan Masyarakat Takalar, Makassar,23/25072015.

Dalam kegiatan Pelatihan ini yang diikuti tiga Desa Project percontohan di Kabupaten Takalar yakni Desa Kalukubodo Kecamatan Galesong, Desa Soreang Kecamatan Mappakasunggu dan Desa Pa'rapunganta Kecamatan Polongbangkeng Utara. yang diwakili 6 orang perwakilan dimasing masing Desa.
Kegiatan ini pula dipandu langsung oleh Tim Fasilitator Kabupaten yang berasal dari 8 orang keterwakilan masing masing SKPD dan NGO di Kabupaten Takalar.

Penanggung jawab kegiatan Pelatihan bagi Pendata Program Sistem Pembangunan Berbasis Masyarakat (SIPBM) Husain Mabe (Direktur LPMT Takalar) menyampaikan dalam sambutannya baahwa kegiatan ini berlangsung selama 3 hari ini dimaksudkan agar keterwakilan Warga dalam Pelatihan Pendata ini dapat melakukan pendataaan di Desanya masing masing yang paham dengan keadaan Desanya untuk mendapatkan data mikro yang Valid yang dibutuhkan sebagai referensi perencanaan pembangunan di Desa.

Dalam sambutannya Sekretaris Daerah Kabupaten Takalar Bapak H. Ir Nirwan Nasrullah,M.Si. menyampaikan bahwa Pemerintah Daerah akan membantu baik moral maupun moril dalam pelaksanaan pendataan di 3 Desa nantinya, lebih lanjut Sekda Takalar juga menyampaikan bahwa kegiatan Pendataan ini juga bagian dari pada proses perencanaan pembangunan di 3 Desa Percontohan di Kabupaten Takalar harapan kita semoga hasil pendataan nantinya akan membawa dampak positif di Kabupaten Takalar.

Selanjutnya lanjutan kegiatan ini adalah implementasi kegiatan lapangan dengan melakukan pendataan langsung di Desa Masing-masing sesuai dengan rencana kerja yang disepakati bersama dalam kegiatan ini.//(red.dengmunt)
Foto/anca/lyla_grandpalacemks2015

Foto/anca/lyla_granpalacemks2015

Sabtu, 18 Juli 2015

CALON ORANG BESAR MEMULAI PERUBAHAN

Kita ini terlalu banyak menggunakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk sesuatu di luar diri kita. Juga terlalu banyak energi dan potensi kita untuk memikirkan selain diri kita, baik itu merupakan kesalahan,keburukan,mau pun kelalaian. Namun, ternyata sikap kita yang kita anggap kebaikan itu tidak efektif untuk memperbaiki yang kita anggap salah.

Banyak orang yang menginginkan orang lain berubah,tapi ternyata yang diinginkannya itu tak kunjung terwujud. Kita sering melihat orang yang menginginkan Indonesia berubah. Tapi, pada saat yang bersamaan, ternyata keluarganya 'babak belur', di kantor sendiri tak disukai, di lingkungan masyarakat tak bermanfaat. Itu namanya terlampau muluk.

Jangankan mengubah Indonesia, mengubah anaknya saja tidak mampu. Banyak yang menginginkan situasi negara berubah, tapi kenapa merubah sikap istri saja tidak sanggup. Jawabnya adalah: kita tidak pernah punya waktu untuk bersungguh-sungguh mengubah diri sendiri. Tentu saja, jawaban ini tidak mutlak benar. Tapi jawaban ini perlu diingat baik-baik.

Siapa pun yang bercita-cita besar, rahasianya adalah perubahan diri sendiri.Ingin mengubah Indonesia, caranya ubah saja diri sendiri. Betapapun kuatnya keinginan kita untuk mengubah orang lain, tapi kalau tidak dimulai dari diri sendiri, semua itu menjadi hampa. Setiap keinginan mengubah hanya akan menjadi bahan tertawaan kalau tidak dimulai dari diri sendiri. Orang di sekitar kita akan menyaksikan kesesuaian ucapan dengan tindakan kita.

Boleh jadi orang yang banyak memikirkan diri sendiri itu dinilai egois.Pandangan itu ada benarnya jika kita memikirkan diri sendiri lalu hasilnyajuga hanya untuk diri sendiri. Tapi yang dimaksud di sini adalah memi kirkan diri sendiri, justru sebagai upaya sadar dan sungguh-sungguh untuk memperbaiki yang lebih luas.

Perumpamaan yang lebih jelas untuk pandangan ini adalah seperti kita membangun pondasi untuk membuat rumah. Apalah artinya kita memikirkan dinding, memikir kan genteng, memikirkan tiang sehebat apa pun, kalau pondasinya tidak pernah kita bangun. Jadi yang merupa kan titik kelemahan manusia adalah lemahnya kesunggu han untuk mengubah dirinya, yang diawali dengan kebe ranian melihat kekurangan diri.

Pemimpin mana pun bakal jatuh terhina manakala tidak punya keberanian mengubah dirinya. Orang sukses mana pun bakal rubuh kalau dia tidak punya keberanian untuk

mengubah dirinya. Kata kuncinya adalah keberanian. Berani mengejek itu gampang, berani menghujat itu gampang, tapi, tidak sembarang orang yang berani meli hat kekurangan diri sendiri. Ini hanya milik orang- orang yang sukses sejati.

Orang yang berani membuka kekurangan orang lain, itu biasa. Orang yang berani membincangkan orang lain, itu tidak istimewa. Sebab itu bisa dilakukan orang yang tidak punya apa-apa sekali pun. Tapi, kalau ada orang yang berani melihat kekurangan diri sendiri, bertanya tentang kekurangan itu secara sistematis, lalu dia buat sistem untuk melihat kekurangan dirinya,inilah calon orang besar.

Mengubah diri dengan sadar, itu juga mengubah orang lain. Walaupun dia tidak mengucap sepatah kata pun untuk perubahan itu, perbuatannya sudah menjadi ucapan yang sangat berarti bagi orang lain. Percayalah, kegigi han kita memperbaiki diri, akan membuat orang lain melihat dan merasakannya.

Memang pengaruh dari kegigihan mengubah diri sendiri tidak akan spontan dirasakan. Tapi percayalah, itu akan membekas dalam benak orang. Makin lama, bekas itu akan membuat orang simpati dan terdorong untuk juga melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Ini akan terus berimbas, dan akhirnya seperti bola salju. Perubahan bergulir semakin besar.

Jadi kalau ada orang yang bertanya tentang sulitnya mengubah anak, sulitnya mengubah istri, jawabannya dalam diri orang itu sendiri. Jangan dulu menyalahkan orang lain, ketika mereka tidak mau berubah. Kalau kita sebagai ustadz, kyai, jangan banyak menyalahkan santrinya. Tanya dulu diri sendiri.Kalau kita sebagai pemimpin, jangan banyak menyalahkan karyawan, lihat dulu diri sendiri seperti apa.

Kalau kita sebagai pemimpin negara, jangan banyak menyalahkan rakyatnya.Lebih baik para penyelenggara negara gigih memperbaiki diri sehingga bisa menjadi teladan. Insya Allah, walaupun tanpa banyak berkata, dia akan membuat perubahan cepat terasa, jika berani memperbaiki diri. Itu lebih baik dibanding banyak berkata, tapi tanpa keberanian menjadi suri teladan.

Jangan terlalu banyak bicara. Lebih baik bersungguh-sungguh memperbaiki diri sendiri. Jadikan perkataan makin halus, sikap makin mulia, etos kerja makin sungguh-sungguh, ibadah kian tangguh. Ini akan disaksikan orang.

Membicarakan dalil itu suatu kebaikan. Tapi pembicaraan itu akan menjadi bumerang ketika perilaku kita tidak sesuai dengan dalil yang dibicarakan.Jauh lebih utama orang yang tidak berbicara dalil, tapi berbuat sesuai dalil. Walaupun tidak dikatakan, dirinya sudah menjadi bukti dalil tersebut.

Mudah-mudahan, kita bisa menjadi orang yang sadar bahwa kesuksesan diawalidari keberanian melihat kekurangan diri sendiri. Amien 
-
Sumber&desaign://dengmunt_Masjid.or.id/180715